Kendari — Palang Merah Indonesia (PMI) SULTRA menegaskan kembali bahwa instansi ini tidak menjual darah dan tidak melakukan praktik komersialisasi terhadap darah pendonor. Masih banyak masyarakat yang salah kaprah terhadap hal ini. Di komentar media sosial maupun via pesan, beberapa pertanyaan masih sering ditanyakan oleh masyarakat. Diantaranya :

“PMI menjual darah pendonor ?” — SALAH

Faktanya:

  • PMI tidak menjual darah dan tidak mengambil keuntungan dari darah pendonor.
  • Darah yang disumbangkan oleh pendonor gratis dan tidak diperjualbelikan.

Yang dibayarkan oleh keluarga pasien di rumah sakit adalah biaya pengganti proses pengolahan darah (BPPD), bukan membeli darahnya.

“Harusnya darah itu diberikan gratis kepada pasien !” — KURANG TEPAT

Darah dari pendonor memang gratis, tetapi:

  • Untuk dapat digunakan oleh pasien, darah harus melalui serangkaian pemeriksaan laboratorium, seperti:
    • Uji golongan darah
    • Uji saring HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, Sifilis
    • Uji kelayakan lainnya
  • Proses ini menggunakan reagen, peralatan khusus, tenaga ahli, kantong darah, penyimpanan, distribusi, dll.

Biaya tersebutlah yang dibayarkan pasien, bukan darahnya.

“PMI mencari keuntungan dari darah ?.” — SALAH

PMI adalah lembaga nirlaba. BPPD hanya untuk:

  • Menutup biaya operasional Unit Donor Darah,
  • Memastikan kualitas darah aman,
  • Memastikan ketersediaan stok darah secara berkelanjutan.

Jika biaya uji kelayakan tidak dipungut, maka:

  • UDD tidak mampu membeli reagen,
  • Tidak mampu melakukan screening infeksi, yang berpotensi mengakibatkan darah tidak aman untuk pasien.

“Kenapa biayanya berbeda antara daerah?

BPPD tidak seragam karena bergantung pada:

  • harga reagen di tiap wilayah,
  • biaya listrik dan penyimpanan,
  • biaya distribusi darah,
  • kapasitas peralatan laboratorium di daerah tersebut.

“Kalau donor, harusnya keluarga saya dapat darah gratis !”

Secara prinsip:

  • Donor darah bukan barter atau “deposit” darah.
  • Pendonor membantu masyarakat secara umum, bukan untuk mendapatkan darah kembali.

Beberapa daerah memiliki program pengganti donor (misalnya 1 kantong donor membantu mengurangi BPPD). Namun ini kebijakan daerah, bukan aturan nasional PMI. Catatan penting yang lainnya yang harus diingat masyarakat adalah tidak semua darah pendonor itu layak digunakan, semua harus melalui skrining ketat. Karena itu, biaya pengganti proses pengolahan darah ini bukanlah harga darah, melainkan biaya untuk memastikan darah aman sebelum diberikan ke pasien.

Setiap kantong darah harus melalui serangkaian proses penting, antara lain: pemeriksaan golongan darah, uji saring HIV, Hepatitis B dan C, Sifilis, pemisahan komponen darah, penyimpanan pada peralatan berstandar nasional, hingga distribusi ke rumah sakit. Seluruh rangkaian tersebut membutuhkan reagen, alat khusus, listrik, kantong darah, hingga tenaga analis yang kompeten.

Donor darah adalah aksi kemanusiaan yang membutuhkan dukungan semua pihak. Edukasi publik diperlukan agar tidak terjadi lagi salah kaprah tentang praktik “jual beli darah” yang dapat merusak kepercayaan terhadap layanan donor darah nasional.