Kendari, 17 Desember 2025 — Bencana yang melanda Aceh bukan sekadar catatan statistik kerusakan dan jumlah korban. Ia adalah kisah panjang tentang kehilangan, kelelahan, dan perjuangan bertahan hidup di tengah keterbatasan. Di saat banyak keluarga masih mencari sisa-sisa kehidupan dari puing dan lumpur, air bersih justru menjadi kemewahan yang sulit dijangkau.

Merespons kondisi tersebut, Kepala Manajemen RS PMI SULTRA sekaligus Instruktur Tanggap Bencana PMI SULTRA, Roy Riswon ST, menyatakan bahwa Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menyatakan kesiapan untuk mengirimkan relawan kemanusiaan serta bantuan logistik ke Aceh, dengan fokus utama pada pengiriman belasan mesin NUF (New Universal Filter) sebagai solusi darurat penyediaan air bersih.

Kerusakan infrastruktur air bersih memaksa warga bertahan dengan air yang tak layak konsumsi. Risiko penyakit mulai mengintai, terutama bagi anak-anak, lansia, dan kelompok rentan lainnya. Dalam situasi seperti ini, ketiadaan air bersih bukan hanya soal ketidaknyamanan, melainkan ancaman nyata terhadap keselamatan jiwa.

“PMI Sultra menilai bahwa fase tanggap darurat sering kali menyisakan persoalan yang lebih sunyi namun mematikan: krisis sanitasi. Saat sorotan mulai meredup dan bantuan tidak lagi deras, masyarakat masih harus berjuang menghadapi air tercemar dan lingkungan yang rusak. Di sinilah mesin NUF menjadi sangat penting,” ungkap pengurus PMI Sultra yang sudah malang melintang dalam kegiatan tanggap bencana ini..

Belasan mesin NUF yang disiapkan PMI Sultra dirancang untuk mampu memproduksi air layak konsumsi dalam jumlah besar setiap harinya. Namun di balik kesiapan tersebut, terselip keprihatinan mendalam: kebutuhan di lapangan jauh lebih besar dibandingkan bantuan yang tersedia. Banyak wilayah terdampak yang belum sepenuhnya terjangkau, sementara ancaman penyakit berbasis air terus membayangi.

Selain bantuan peralatan, PMI Sultra juga menyiapkan relawan-relawan terlatih yang akan bekerja di bawah tekanan, di tengah keterbatasan, dan sering kali dalam kondisi psikologis yang tidak mudah. Mereka tidak hanya mendistribusikan bantuan, tetapi juga menyaksikan langsung kesedihan warga—anak-anak yang kehilangan rutinitas, ibu-ibu yang berjuang menyediakan air untuk keluarganya, serta lansia yang harus bertahan dengan kondisi kesehatan yang kian rapuh.

“Relawan PMI tidak datang sebagai penyelamat, tetapi sebagai saudara, kami hadir untuk memastikan bahwa di tengah krisis, kemanusiaan tidak ikut runtuh”, lanjut Roy.

Di tempat terpisah, Kepala Gudang dan Logistik Markas PMI Sultra, Hendrik S.Kom menegaskan bahwa pengiriman bantuan ini akan dilakukan melalui koordinasi dengan PMI Pusat dan PMI Aceh agar tepat sasaran dan tidak tumpang tindih. Namun, PMI SULTRA juga mengingatkan bahwa penanganan bencana tidak bisa diserahkan pada satu pihak saja. Dibutuhkan perhatian berkelanjutan dari semua elemen, karena penderitaan korban tidak berhenti ketika berita berhenti ditayangkan.

“Bencana telah merenggut banyak hal dari masyarakat Aceh—rumah, rasa aman, bahkan harapan. Di tengah kondisi itu, air bersih menjadi simbol paling sederhana dari martabat manusia yang harus dijaga. Melalui relawan dan belasan mesin NUF yang disiapkan, PMI Sultra berharap dapat menghadirkan secercah harapan: bahwa di tengah duka yang panjang, masih ada tangan-tangan yang peduli dan tidak berpaling. Karena dalam setiap tetes air bersih yang mengalir, ada kehidupan yang dipertahankan”, tutup putera daerah Moronene ini.

-HUMAS PMI SULTRA-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *