
Kendari — Siapa sangka kegiatan apel pagi yang dahulu sempat dikeluhkan karena dianggap menambah rutinitas kini justru menjadi budaya kerja positif (life style) di lingkungan PMI Sulawesi Tenggara. Perubahan ini lahir seiring meningkatnya kesadaran pegawai dan relawan bahwa apel pagi bukan sekadar seremonial, tetapi fondasi untuk membangun disiplin, kekompakan, serta kejelasan arah kerja harian.
Kepala Manajemen RS PMI Sultra menegaskan bahwa apel pagi telah menjadi ruang penting untuk menyampaikan arahan, evaluasi cepat, pembagian tugas, hingga penguatan nilai-nilai kemanusiaan yang melekat pada setiap insan PMI.
“Dulu banyak yang menganggap apel sebagai beban. Sekarang justru kalau tidak apel, rasanya ada yang kurang. Ini sudah menjadi gaya kerja baru kita: siap, sigap, dan selaras,” ungkapnya
Perubahan sikap ini dipicu oleh tiga faktor utama:
-
Ketersadaran akan pentingnya koordinasi: Dengan beragam aktivitas PMI—mulai dari pelayanan donor darah, respon bencana, hingga pelayanan sosial—apel pagi membantu semua unsur bekerja secara terarah dan efisien.
-
Budaya positif yang terus dibangun: Apel dikemas lebih singkat, padat, dan bermakna, sehingga tidak hanya formalitas tetapi menjadi sesi motivasi dan penyamaan spirit kemanusiaan.
-
Teladan pimpinan: Konsistensi pimpinan hadir tepat waktu dan aktif memberikan arahan membuat staf dan relawan ikut menyesuaikan diri.
Apel pagi kini telah bertransformasi dari kewajiban menjadi kebutuhan. Pada tahap awal, apel pagi sering dipersepsikan sebagai rutinitas birokratis yang membuang waktu. Ketika budaya organisasi berkembang dan ritme kerja makin kompleks (Rumah Sakit, UDD, respon bencana, layanan sosial), apel berubah menjadi ruang koordinasi yang dibutuhkan, bukan diwajibkan.
Efek Pimpinan sebagai Role Model
Perubahan persepsi terhadap Apel Pagi di lingkungan PMI SULTRA, tentu saja berhubungan erat dengan kualitas pimpinannya. Perubahan akan terjadi ketika pimpinan hadir konsisten, tepat waktu, dan memberikan arahan yang jelas. Pimpinan PMI SULTRA tahu persis bahwa budaya apel akan runtuh jika keteladanan pimpinan melemah. Pimpinan PMI SULTRA juga paham bahwa risiko apel digunakan hanya untuk instruksi satu arah akan mematikan ruang aspirasi staf. Karena itu selalu ada komunikasi 2 arah yang dilakukan ketika Apel berlangsung. Seringkali para Pengurus dan Pembina bergantian memimpin apel pagi sehingga para staff sadar bahwa disiplin bukan sekadar hadir pada apel tetapi penting memastikan tindak lanjutnya terlihat dalam produktivitas dan pelayanan. Jika apel dijadikan simbol tanpa perbaikan kinerja, manfaat budaya kerja tidak akan tercapai.
Kini di PMI SULTRA, apel pagi bukan lagi sekedar rutinitas belaka, tetapi telah menjelma menjadi identitas profesionalisme PMI Sultra—sebuah kebiasaan baik yang telah menguatkan pelayanan kemanusiaan dalam setiap langkah para Staf dan relawannya.
