Nama Erik, bagi banyak orang mungkin tidak begitu dikenal. Ia bukan pejabat, bukan figur publik, bahkan jarang muncul di foto kegiatan PMI. Namun bagi masyarakat yang pernah terbantu oleh setetes darah yang dibawanya, Erik adalah pahlawan tanpa nama—staff Unit Donor Darah PMI SULTRA, yang bekerja dalam diam, tetapi membawa harapan besar.

Perjalanan Panjang Menuju Konut

Pagi itu, matahari baru saja naik ketika Erik memeriksa kembali perlengkapan kegiatan donor darah: formulir, kantong darah, leaflet edukasi, dan peralatan teknis yang harus dibawa. Hari itu, ia dan tim Unit Donor Darah PMI mendapat tugas mendampingi kegiatan donor darah di Kabupaten Konawe Utara (Konut).

Jaraknya tidak dekat. Jalanan menuju Konut dikenal berliku, sebagian berlubang, dan beberapa titik rawan longsor. Namun Erik tidak pernah mengeluh.
Ia hanya berkata pelan kepada rekan timnya:

“Yang menunggu darah di rumah sakit tidak punya pilihan. Kita yang punya pilihan untuk membantu.”

Dengan mobil operasional yang sederhana, mereka berangkat. Hujan rintik turun sepanjang perjalanan, namun Erik tetap menjaga semangat tim—sesekali melempar candaan untuk mengusir rasa lelah.

Menggerakkan Donor Darah hingga ke Daerah Pelosok

Sesampainya di Konut, kegiatan donor darah dilakukan di sebuah aula sederhana. Tidak ada pendingin ruangan, tidak ada panggung besar. Hanya kursi, meja panjang, dan puluhan karyawan PT PNM Konut yang perlahan datang setelah mendengar siaran informasi dari relawan.

Sebelum kegiatan dimulai, Erik menyiapkan alat tempurnya dan berkata kepada rekan-rekannya :

“Bapak, Ibu, setetes darah panjenengan bisa jadi hidup untuk orang lain,” katanya dengan suara hangat yang membuat Karyawan yang Berdonor merasa dihargai.

Meskipun kelelahan setelah perjalanan panjang, Erik tetap tersenyum. Ia membantu registrasi, mengarahkan pendonor, mengangkat kotak logistik, dan memastikan setiap kantong darah aman untuk dibawa kembali ke Kendari.

Tidak ada yang tahu bahwa hari itu tubuhnya sudah demam sejak dini hari. Namun ia tetap berangkat, karena kegiatan donor darah itu tidak boleh dibatalkan—terutama saat stok darah di PMI SULTRA sedang menipis.

Momen Haru Setelah Kegiatan

Erik tak pernah tahu bahwa berkat jasanya dan jasa semua rekannya, Media Sosial PMI SULTRA dipenuhi berbagai ucapan terimakasih :

“Terima kasih, PMI SULTRA. Dua bulan lalu anak saya selamat karena transfusi darah. Kalau tidak ada PMI, saya tidak tahu harus bagaimana.”

Erik hanya tahu bahwa ia hanya sekedar menjalankan tugasnya. Erik sebenarnya lelah, namun lelahnya dari perjalanan panjang, serta panas tubuhnya yang semakin tinggi,  ia sembunyikan diam-diam.

Tidak ada publikasi besar tentang perjalanannya. Tidak ada video heroik yang menyorot kerja kerasnya. Sesampainya di markas PMI, ia hanya merapikan peralatan, memastikan semua darah tersimpan sesuai standar, lalu duduk sebentar sambil memijat pelipisnya.

Esok paginya, ketika ditanya oleh temannya mengapa ia memaksa tetap berangkat meski sedang sakit, Erik  hanya menjawab:

“Biar saya yang capek. Yang penting ada orang yang bisa pulang ke keluarganya karena mendapatkan darah tepat waktu.”

Erik adalah gambaran nyata dari ribuan relawan PMI yang bekerja tanpa pamrih. Mereka bukan pahlawan yang ditulis dalam buku pelajaran. Mereka tidak berdiri di panggung penghargaan. Tetapi dari mereka, hidup-hidup yang nyaris hilang bisa kembali bernapas.

Mereka adalah pahlawan tanpa nama—yang menempuh jalan jauh, menahan sakit, bahkan melewati medan sulit hanya untuk memastikan satu hal: tidak ada nyawa yang hilang karena kekurangan darah.

Dan di antara mereka, Erik adalah salah satu yang paling setia menjaga nyala kemanusiaan itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *